Posts filed under ‘Wawancara’

Partai Islam ; Kepanjangan Tangan Oligarki Kekuatan Lama

Partai politik Islam di Indonesia merupakan bagian dari dinamika sejarah Indonesia. Bagaimana pasang surut perjalanan mereka dan prospek masa depan mereka dalam menghadapi pemilu 2009 mendatang. Ia hanya menjadi kepanjangan tangan oligarki kekuatan lama. Begitu Dr. Aris Arif Mundayat saat diwawancari oleh Rizki Riyadu Taufiq dari Bulletin Al-Hurriyah, menandaskan. Dr. Aris Arif Mundayat, kini menjadi Direktur Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM.

Melihat fenomena pasang surutnya partai politik Islam di pentas politik nasional sejak pemilu 1999, pemilu 2004, hingga menjelang pemilu 2009 ini, menurut anda seperti apa?

Politik Islam sekarang ini terbelah ke dalam beberapa partai politik, seperti kelompok Islam tradisionalis yang menjelma menjadi PKB, PKNU dan kelompok Islam modernis yang menjelma menjadi PAN, PKS, PBB. Saya kira permbelahan didalamnya juga mungkin akan bisa menjadi lebih banyak lagi terutama pada kelompok Islam modern. Hal itu disebabkan karena partai-partai Islam modern menempati ruang kompetisi yang sama, yakni wilayah-wilayah perkotaan, seperti contoh adalah munculnya PMB yang merupakan representasi dari kelompok muda Muhammadiyah. Partai-partai Islam modernis yang berasal dari basis Wahabi ini harus bertarung di wilayah yang sama yakni wilayah perkotaan. Perebutan konstituen di tingkat akar rumput dari level kampus-kampus, komunitas kaum muda hingga pada level pelajar di sekolah-sekolah menjadi garapan mereka. Masyarakat Islam perkotaan akan menjadi lahan perebutan dari kelompok partai Islam modern ini. Walaupun tentu saja mungkin sampai saat ini hanya PAN dan PKS yang mampu mengambil simpati terbesar dari kalangan masyarakat Islam kota ini. (lebih…)

September 7, 2008 at 6:26 am Tinggalkan komentar

Menolak Globalisasi Sama Halnya Menolak Realitas

Masalah globalisasi masih menjadi problem yang perlu disikapi bersama. Tanpa melihat dari mana latar belakang kita, kita harus mampu duduk bersama guna mencari solusi dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh arus besar globalisasi. Agama yang masih dipandang sebagai antiklimaks globalisasi ternyata masih terlalu kaku mengimbangi globalisasi. Terkait dengan permasalahan tersebut, R. Guntur Karyapati dari CRSe mewawancarai Dr. Zainal Abidin Bagir, Direktur Eksekutif CRCS-UGM Yogyakarta

Apa latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai CRCS dan ICRS mengangkat tema agama dan globalisasi dalam internasional conference kemaren?
Latar belakangnya, kita mulai dengan dua hal yang berbeda pada awalnya namun itu jadi satu dalam conferensi ataupun workshop. Dua hal tersebut adalah: Pertama, dari segi tema “Agama dan Tantangan globalisasi”, itu sendiri merupakan salah satu isu yang penting saya kira. Sselain itu masalah ini juga merupakan masalah yang sering diperbincangkan oleh semua orang. Tidak peduli agamanya apa, kalau kita berbicara dampak globalisasai semua orang kena. Kedua, bagaimana semua orang dari latar belakang agama yang berbeda bisa duduk bersama membicarakan masalah bersama ini. Tujuannya ada dua, pertama apa yang bisa diberikan umat beragama. Kedua, ruang di mana orang dari latar belakang kelompok yang berbeda-beda itu bisa ketemu.

Satu hal yang paling penting itu bagi semua orang bahwa globalisasi punya dimensi yang sangat banyak sekali. Masalah yang kita bicarakan lebih pada dampak globalisasi pada budaya, dampak media, dampak terhadap pendidikan kaum muda, kemudian mengenai masalah krisis lingkungan yang semakin mengglobal. Masalah yang lain mengenai identitas dan simbol keagamaan. Problem-problem itu kita bahas baik dalam workshop maupun konferensi. Cuma sejak awal kita sepakat untuk tidak mengeluarkan deklarasi atau pernyataan bersama. Yang penting prosesnya, kita duduk bareng karena yang penting adalah bagaimana langkah ini nanti kemudian difollow up. (lebih…)

Agustus 6, 2008 at 4:16 pm Tinggalkan komentar

Islam Garis Keras Aktor Kekerasan

Keberadaan Ahmadiyah di tanah air penuh dengan nuansa kekerasan. Vonis sesat terhadap aliran yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu datang secara deras dari banyak pihak. Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) disusul kemudian dengan keluarnya Surat Keputusan tiga menteri (SKB 3 Menteri). Karena sesat, penyerangan dan kekerasan kerapkali terjadi. Sejumlah umat Islam geram melihat teologi Ahmadiyah. Terkait dengan vonis sesat dan maraknya aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah, Budi Hartawan dan Guntur Karyapati dari CRSe mewawancarai Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menulis disertasi tentang Gerakan Ahmadiyah di Indonesia pada tahun 1920-1942.

Menurut penelitian bapak, seperti apa Ahmadiyah itu?

Ahmadiyah lahir sebagai gerakan keagamaan sekaligus organisasi keagamaan yang berkecimpung dalam dunia dakwah. Ahmadiyah di India tahun 1889. Ada dua persi yaitu Ahmadiyah Lahore yaitu tahun 1888 yang mendasarkan pendiriannya pada peneriaan wahtu, dan Qodiyan tahun 1889 yang melandaskan berdirinya pada pembaitan. Ahmadiyah lahir untuk mengembalikan ajaran Islam dan bisa dianut oleh banyak orang. Waktu itu, Ahmadiyah memikirkan bagaimana orang Kristen dan Hindu di India mau masuk Islam. Paham Ahmadiyah ini akhirnya tersebar ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia. (lebih…)

Juli 19, 2008 at 6:41 am Tinggalkan komentar

Older Posts


SELAMAT BERPUASA

Community for Religion and Social engineering (CRSe) mengucapkan SELAMAT BERPUASA bagi segenap umat Islam. Semoga amal ibadahnya di terima disisi Allah SWT.

Kategori

NGARSIP