Posts filed under ‘Hatim Gazali’
Ketika Hidup Tanpa Tuhan
Oleh : Hatim Gazali
Akhir-akhir ini, peran dan fungsi agama semakin dipertanyakan dan diragukan. Begitu pula dengan sumber primer agama, yakni Tuhan. Pertanyaan skeptis dan pernyataan pesimis tentang-Nya dari para intelektual dan ilmuan cukup beragam. Misalnya Karen Amstrong mengakhiri karyanya, Sejarah Tuhan, dengan judul “Apakah Tuhan Mempunyai Masa Depan…?” Secara eksplisit ia hendak mempertanyakan apakah agama masih bisa memainkan peran humanisme-profetiknya di dunia ini. Atau masihkah manusia akan tetap mempercayai Tuhan di masa yang akan datang sekaligus menjadikan inspirator dalam menegakkan keadilan, kebenaran dan mencegah kemungkaran. Tidakkah karena agama telah dapat meneteskan air mata dan darah manusia.
Statemen dan pertanyaan di atas tidak dapat disalahkan sama sekali. Karena dalam hal ini sekurang-kurang ada dua faktor utama. Pertama, pemahaman dan pengetahuan tentang agama yang tidak holistik, komprehensif. Seseorang lebih cenderung memandang agama hanya dari satu aspek saja, tidak dalam aspek lainnya. Misalnya hanya melalui pendekatan fungsional, tidak dalam pendekatan lainnya. Atau agama hanya diyakini sebagai institution, tidak sebagai faith (keyakinan). Memahami dan memaknai agama secara distorsif ini pada gilirannya akan menuding agama telah gagal menjawab tantangan zaman dan tidak bisa memenuhi kebutuhan spiritual manusia. Bahkan dianggap menjadi sumber segala persoalan kemanusiaan. (lebih…)
Tuhan Yang Membumi
Begitulah kira-kira kalimat yang pantas untuk mengawali tulisan ini sebagai sebuah tanggapan atas tulisannya Marluwi, Mencari Titik Tuhan pada harian ini (14/11). Dalam tulisannya, Marluwi melontarkan beberapa pertanyaan fundamental yang menggugah penulis untuk urun rembug mendiskusikannya. Apakah moralitas dan kinerja kita selama ini dalam mencari Tuhan adalah tercermin dan telah terpantulkan? Utamanya pada lingkungan dan khazanah sosial? (lebih…)
Agama Edisi Revisi
Oleh : Hatim Gazali
Seorang tokoh termuka dalam Gereja Protestan, Hendrik Kraemer, mengemukakan bahwa agama sudah memasuki periode krisis. Pandangan semacam ini tidak saja dikemukakan oleh oleh Henderik. Juga Dr. Malachi Martin, Guru Besar Pontifical Biblical Institute, Roma, dalam penelitiannya penelitian selama bertahun-tahun terhadap tiga agama besar (Abrahamic Religion; Yahudi, Kristen, Islam) yang dikemukakan dalam bukunya The Encounter dengan sub judul Religions in Crisis, menyimpulkan bahwa agama telah memasuki daerah yang sangat kering baik sebagai personal concern maupun sebagai communal community. Zaman keberhasilan agama sudah berakhir.
Ungkapan semacam itu tidak serta merta tanpa alasan yang rasional. Hal ini disebabkan karena agama das solen dengan das sein-nya tidak sejalan. Agama yang sejatinya sebagai way of live (hudan), kohesi sosial (Auguste Comte), to humanize human being (memanusiakan manusia) justru dijadikan untuk alat menindas, legitimasi penguasa untuk menjalankan otoritas dan kekuasannya, menimbulkan konflik sosial. Konflik agama yang terjadi di Situbondo, Aceh, Ambon dan dibeberapa daerah lainnya pada beberapa tahun yang lalu merupakan bukti kuat bahwa agama telah kehilangan daya kritisnya. Karena agama, manusia siap dan mempertaruhkan darah, nyawa dan harta. Fungsi agama sebagai pembebasan, keselamatan telah sirna. Ketika itulah, menurut Robert Ackermann (1991) merupakan lonceng kematian agama. (lebih…)